Jakarta – Akun Twitter official dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) belum lama ini menjadi bahan perbincangan di kalangan netizen. Pasalnya, salah satu kicauannya dianggap telah membuat “skakmat” seorang politikus dan aktivis yang memberikan komentar asal bunyi tanpa memberikan latar belakang yang jelas untuk mendukung omongannya itu.
Dari penelusuran Harian Indo, Senin (14/3/2016), Fahri Hamzah, yang merupakan Wakil Ketua DPR sekaligus politikus PKS, merupakan orang pertama yang ditegur oleh akun TNI AU. Dalam tweetnya, Fahri sempat mengatakan bahwa Lanud Halim Perdanakusuma bisa dijual ke pihak asing. Kicauan ini pun langsung dibantah dengan keras oleh admin @_TNIAU.
Tokoh selanjutnya yang disemprot adalah aktivis Ratna Sarumpaet. Dalam sebuah postingan, Ratna mengatakan bahwa Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah “membeli” TNI, Polisi, bahkan KPK untuk kepentingan pribadinya. Melihat komentar miring semacam ini, akun TNI AU lantas meminta Ratna membeberkan bukti pendukung tuduhan tersebut.
Aksi “balasan” yang apik dan tertata dari akun TNI AU ini pun mendapatkan pujian dari banyak pihak. Lantas, muncul pertanyaan, siapakah sebenarnya sosok yang berada di balik akun tersebut?
Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsekal Pertama Dwi Badarmanto, mengungkapkan bahwa sosok di balik pengoperasian akun Twitter resmi tersebut adalah Kapten Oktobriandi. Okto sendiri merupakan perwira alumni Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 2002.
Saat ini, Okto memang diberi tugas khusus untuk menjadi admin dari akun Twitter resmi milik TNI AU, @_TNIAU. Ia menjalankan tugas ini sejak Juli 2012 lalu.
Dalam menjalankan tugasnya, Okto memang tidak sendirian. Ia juga didampingi oleh sejumlah personil TNI AU yang menguasai bidang teknologi informasi, khususnya sosial media.
Adapun terkait cuitan-cuitan yang bernada miring terhadap TNI AU, Badarmanto selalu menekankan agar para admin media sosial selalu bersikap santutn, tenang, dan tanpa melibatkan emosi saat merespon. Segala macam informasi atau komentar juga hendaknya didukung dengan data yang konkret sebelum di postingkan ke media sosial.
“Saya sudah sampaikan bahwa merespon sesuatu tidak harus memusuhi, harus tahu betul akar masalahnya, dan komprehensif,” tutur Badarmanto.
“Kita enggak butuh pujian, saya sampaikan pada mereka agar berusaha kerja profesional. Terutama menyampaikan informasi juga menggunakan data-data,” tandasnya lagi. (Rani Soraya – www.harianindo.com)