Jakarta – Peristiwa konvoi motor gede (moge) di Yogyakarta yang menerobos lampu merah dan kemudian distop oleh pengendara sepeda masih menuai komentar dari berbagai pihak, salah satunya dari pejabat tinggi kepolisian.
Kepala Detasemen Pengawalan (Kadenwal) Patroli Jalan Raya (PJR) Korlantas Polri Kombes Pol Ahsanur Rozimi mengatakan kepada wartawan pada Minggu (16/8/2015), bahwa mekanisme di lapangan sudah sesuai undang-undang atau bisa berbeda dengan menyesuaikan kebutuhan.
”Saya tidak tahu persisnya (pengawalan konvoi moge di Yogya). Namun, polisi punya kewenangan yang disebut diskresi. Kalau misalnya lampu merah diikuti, lalu konvoi terlalu panjang, dan di sisi lain padat, polisi bisa mempercepat yang ramai, atau mendahulukan konvoi. Ini demi kelancaran arus lalu lintas,” ujar Rozimi.
Perlu diketahui bahwa Polri mempunyai diskresi sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang berbunyi, ”Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
Namun, untuk melakukannya, pada ayat (2) dijelaskan bahwa diskresi hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Artinya, jika dirasa perlu oleh polisi, maka lampu merah pun bisa tak berlaku.
Rozimi mengatakan bahwa semua polisi bisa melakukan diskresi, termasuk bintara sekalipun. Jika memang rombongan yang dikawal terlalu ramai, dan jika berhenti nanti akan menimbulkan masalah macet dan sebagainya, maka petugas bisa mengatur langsung di lapangan, atau PJR meminta prioritas agar konvoi didahulukan lewat.
Rozimi mengatakan lagi bahwa konvoi dengan jumlah kendaraan yang sangat banyak, seperti yang terjadi di Yogyakarta, memang harus diarahkan dan dikawal. ”Saya yakin kalau tidak diurus polisi, lalu mereka membunyikan sirene sendiri, pakai lampu isyarat sendiri, saya yakin malah bertambah kacau. Yang ada nanti main serobot sana-sini, bisa bertentangan, dan kemungkinan terburuk adalah adu fisik dengan masyarakat,” tambah Rozimi. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)