Bangkok – Dengan adanya situasi politik yang terjadi di Thailand, pihak Uni Eropa turut merasakan keprihatinannya. Bahkan dengan adanya kudeta militer membuat perhatian Uni Eropa tertuju ke Bangkok atas penahanan yang syarat akan kekuatan politik yang dilakukan oleh pihak junta militer Thai.
Seperti yang dikutip dari kantor berita AFP, Jumat (30/5/2014), Kepala urusan luar negeri Uni Eropa Catherine Ashton mengungkapkan bahwa ia terus mengikuti perkembangan yang sedang terjadi di Bangkok untuk saat ini.
Ashton berharap agar pimpinan militer mau untuk membebaskan semua tahanan politik dan menhentikan sensor dari media. Sebagaimana yang diketahui bahwa pada tanggal 29 Mei lalu, Junta militer Thai telah memanggil sekitar 50 orang untuk dapat melapor ke militer. Tercatat sekitar 250 orang yang sebelumnya telah dipanggil, ada puluhan orang yang ditahan yang sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.
Kudeta militer yang sejak berlaku tanggal 22 mei lalu, memang panglima militer Thailand, Jenderal Prayuth Chan-O-Cha mengharapkan agar warganya tenang dan tidak panik. Prayuth berpendapat bahwa sebenarnya dengan adanya kudeta ini dapat mengembalikan keadaan Thailand ke kondisi semula.
Walaupun memang tidak dipungkiri bahwa dengan adanya kudeta militer ini maka akan beberapa ketentuan yang berbeda, seperti halnya dengan membubarkan para demonstran, sensor kepada media massa, bahkan seluruh televisi dilarang untuk beroperasi seperti sedia kala dan hanya diperbolehkan menyiarkan material militer.
Selain itu diberlakukan adanya jam malam yang berlangsung pada pukul 22.00 hingga pukul 05.00. Untuk transportasi publik beroperasi setelah jam malam, alhasil lalu lintas lebih sepi. Bahkan mobil-mobil yang melintas semuanya harus menjalani pemeriksaan militer. (Rini Masriyah – www.harianindo.com)