Namun demikian, Presiden Putin mengatakan bahwa pemilu itu tidak akan bisa menghasilkan apapun kecuali hak seluruh rakyat Ukraina dilindungi. Dia juga mengatakan bahwa Rusia telah menarik pasukannya dari daerah perbatasan, meski ketegangan antara kedua negara tersebut masih relatif tinggi.
Adapun Moscow telah mengatakan bahwa pihaknya akan senantiasa melindungi hak dan kepentingan dari masyarakat beretnik dan berbahasa Rusia di timur dan selatan Ukraina. Rusia tetap beranggapan bahwa pemerintahan baru Ukraina ini sangat mengancam hak-hak dan kepentingan populasi tersebut, yang bersumber dari sentimen anti Rusia.
Adapun Pemerintah Kiev telah menolak permohonan aktivis pro-Rusia yang menginginkan diberikannya otonomi daerah yang lebih besar untuk wilayah-wilayah dengan mayoritas penduduknya beretnik, berbahasa, dan tentunya pro-Rusia. Pemerintah Ukraina takut bahwa nantinya otonomi tersebut akan menyebabkan wilayah tersebut melepaskan diri dari Ukraina.
Adapun beberapa wilayah yang saat ini dikuasai oleh golongan por-Rusia tengah bersiap mengadakan referendum, yang kemungkinan besar akan serupa dengan apa yang terjadi di Crimea. Terkait hal ini, Presiden Putin menghimbau kepada pihak Ukraina, mengusulkan sebuah “pertukaran” antara penangguhan operasi militer Ukraina dengan imbalan ditundanya referendum tersebut, yangs semula dijadwalkan berlangsung pada Minggu besok (11/5).
Sementara itu, operasi militer anti teroris masih terus berjalan di kota-kota di timur Ukraina. Perkembangan baru mengatakan bahwa milisi pro-Rusia berhasil mengambil alih kembali gedung balai kota di Mariupol, setelah sebelumnya sempat dikendalikan oleh pasukan Ukraina. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)