Den Haag – Petinggi Jepang dan Korea Selatan mengadakan pertemuan resmi untuk pertama kalinya sejak terjadi keretakan di antara keduanya, menyusul sikap Jepang terhadap fakta-fakta kekejaman pasukan mereka di masa agresinya di wilayah Asia. Dan seperti dilansir dari BBC (Selasa, 25/3/2014), Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, menjadi penengah untuk menjembatani pertemuan tersebut. Presiden Obama membawa Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe dan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye untuk bertemu satu meja pada konferensi tingkat tinggi terkait nuklir di Den Haag, Belanda.
Telah sejak lama pihak AS berusaha meredakan ketegangan di antara kedua negara aliansi AS tersebut. Obama berjanji bahwa pihaknya akan berkomitmen penuh untuk merespon program senjata nuklir Korea Utara. Uniknya, tidak lama setelah pertemuan tersebut dilakukan, Korea Utara kembali melakukan tes rudal balistik jarak menengah. Rudal tersebut dikatakan menempuh jarak hingga 650km ke arah utara pantai timur Korea Utara.
Pengujian rudal tersebut dapat melanggar resolusi PBB. Rudal tersebut dianggap sebuah “kemajuan” bagi Korea Utara, sebab sebelumnya Korea Utara hanya menembakkan rudal jarak pendek.
Kembali ke pertemuan di Den Haag, Obama mengatakan bahwa kerjasama di antara tiga negara ini, AS, Korsel, dan jepang, mampu “merubah permainan” dengan Korut. Kerjasama “trilateral” ini memberikan pernyataan kuat kepada Korut bahwa ancaman dan aksi provokasi mereka akan mendapat respon terpadu dari tiga negara ini.
Adapun sebelumnya, Presiden Park enggan bertemu dengan Perdana Menteri Abe dikarenakan niat Jepang untuk mencoba membersihkan kejahatan perang mereka di masa lalu. Abe mengatakan bahwa pihaknya menganggap pertemuan ini merupakan langkah awal untuk kerjasama yang lebih besar di masa yang akan datang, antara Jepang dan Korsel. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan pemimpin China, Xi Jinping.
Jepang dan China telah terlibat konfrontasi yang lebih serius dibandingkan dengan Korsel. Konfrontasi di Laut China Timur tersebut terjadi ketika China dan Jepang berebut kontrol atas kepulauan tak berpenghuni bernama Senkaku (menurut Jepang), atau Diaoyu (menurut China).
Jepang membuat geram Korsel, dan beberapa negara di Asia, dikarenakan pemberitaan bahwa pemerintah Jepang akan melakukan studi ulang terkait kasus budak seks perempuan-perempuan di negara jajahan Jepang. Tentara Jepang memaksa perempuan di daerah jajahannya untuk menjadi budak seks. Kekejaman yang juga menimpa perempuan Indonesia kala itu. (Galang Kenzie Ramadhan – www.harianindo.com)